30 April 2009

Kurikulum Unggulan Yang Butuh Sentuhan Biaya



NIda El-Adabi merupakan sekolah Swasta yang menyelenggarakan Pendidikan Tingkat Dasar yang mengacu Pada Kurikulum SDIT dengan metode Fullday School, sebuah Inovasi berani di lingkungan Kota kecamatan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih berada pada level menengah kebawah.dan ini juga merupakan terobosan sebuah sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan di tingkat Dasar yang selama ini di anggap biasa dan nyaris tak pernah di sentuh inovasi untuk perubahan yang signifikan . Pendidikan Dasar di anggap hanya sebagai wadah pengolah sebelum menginjak pendiikan tingkat lanjutan.

Seperti halnya SD lain, masalah biaya juga merupakan hal klasik yang kerap menghambat sebuah inovasi , menghambat sebuah misi, dan mengkaburkan sebuah Visi. karena biaya merupakan hal urgen yang tidak bisa tidak dianggap sebelah mata dalam sebuah projact dalam konteks apapun, termasuk Pendidikan di dalamanya.

Sebagai sebuah sekolah yang coba mengembangkan visi kearah pengembangan mutu, TIK masuk kedalam kategori kurikulum unggulan disamping mata pelajaran lainnya seperti Sempoa, B.inggris, T.Qur'an, T-Hadist.tapi untuk menjalankan sebuah visi "tidak semudah membalikan telapak tangan". dan itulah yang Nida hadapi saat ini. dengan TIK sebagai mata pelajaran unggulan, menjadikan mata pelajaran tersebut sebuah ukuran dan perbandingan .sehingga itu menjadi tuntutan bagi penyelenggara pendidikan untuk memberikan pengajaran yang maksimal, karena pada tahap berikutnya orangtua sisw akan menganalisis hasil belajar anaknya.


Fasilitas Menjadi Masalah


Adakalanya sebuah idealisme dan misi atau visi tidak bisa dilaksanakan dengan tuntas dan berhasil, lantaran faktor X. dalam hal penyelenggaraan pendidikan yag mengacu pada peningkatan Mutu , dan TIK yang masuk kedalam kategori unggulan faktor X nya adalah fasilitas yang tak berimbang dengan tuntutan dan visi yang di emban, faktor minimnya KOmputer sebagai piranti utama yang harus ada, sangat berpengaruh pada proses belajar . karena piranti inilah kunci dari suksesnya proses belajar TIK, bukan cuma guru atau tutor yang profesional atau lainnya.

Untuk hal ini Nida dan mungkin kebanyakan sekolah di Parung panjang masih kurang memperhatikannya, atau mungkin masih menganggap "Kurang Penting", atau pada alasan terakhir yang klasik adalah minimnya biaya .

Untuk mencapai hasil maksimal seorang pengajar dituntut bekerja secara maksimal mungkin, bekerja secara maksimal disini berarti mengerahkan seluruh kemampuannya secara menyeluruh untuk sebenar-beanranya demi indikator pencapaian hasil belajar.tentu disini di butuhkan profesionalisme yang idelais, yang tidak melihat sisi-sisi komersialisme dan imbalan materialisme semata. tapi kadang profesionalisme hanya muncul ketika imbalan materialisme seimbang.

Disinilah susahnya mencari sebuah profesionalisme di gedung sekolahan, sebab nyaris tak ada profesionalisme yang di bayar seimbang. terlepas dari persoalan tersebut, kita kembali ke fokus pembicaraan mengenai "fasilitas yang menjadi masalah" dalam konteks kurikulum unggulan seperti TIK. ini seperti melempar petasan ke kerumunan masa, tentu akan membuat kaget dan spontan masa tersebut akan menoleh kearah ledakan petasan tersebut, tapi untuk kemudian emnggerutu dan melihat ketiadaan, ketiadaan disini karena petasan yang diledakan ternyata sudah tak ada bentuk. mungkin seperti itu analogi yang ingin penulis sampaikan berkaitan dengan ketika kurikulum TIK di angkat menjadi sebuah komoditi unggulan pada sebuah sekolah.

Hal inilah yang semestinya di perhatikan oleh setiap pengelola sebuah sekolah ketika hendak melempar komoditi tersebut ke "Pasaran".alangkah lebih baik menyiapkan sarana dan prasarana terlebih dahulu untuk mendukung teknis pembelajaran yang ideal.bukan malah mengorbankan kurikulum sebagai tumbal untuk meraih pasar yang bagus. sebab pada akhirnya bukan cuma pihak sekolah yang akan dirugikan karena imbas kekecewaan orang tua siswa, melainkan guru yang memegang mata pelajaran tersebut yang nantinya akan menjadi sasaran tembak dari kekecewaan orang tua siswa pula.

Sebagai tenaga pendidik, guru yang memegang mata pelajaran TIK punya tanggung jawab moral yang tinggi, karena TIK merupakan sebuah ilmu terapan yang pasti akan ingin di lihat langsung bentuk aflikasinya oleh semua orang tua siswa. karena di situlah ukuran dari hasil belajar sebenarnya, bukan nilai tinggi atau lainnya. sebuah ilmu terapan perlu dibuktikan bukan di bicarakan dengan asumsi-asumsi dan teori.

Tentu sebagai guru ingin mengeluarkan segenap kemampuannya agar si siswa benar-benar mampu memperoleh pengajaran yang sempurna, tapi untuk mencapai itu semua guru TIK sangat membutuhkan perangkat komputer secara maksimal, bukan sekedar ada dengan kondisi yang tak karu-karuan.ini letak masalahnya, fasilitas menjadi masalah. masalah yang kadang tak di perhatikan, karena masih kurangnya kesadaran akan pentingnya penguasaan teknologi Informasi .

Bisa di bayangkan , jika seorang guru TIK mesti mentransfer kemampuannya dengan fasilitas pendukung yag seadanya, benar-benar seadanya. pasti tidak akan bisa memberikan yang terbaik , secanggih apapun metode yang mereka terapkan, dan sekreativ apaun hasilnya akan nihil. itu yang yang terjadi pada kebanyakan nasib Guru TIK di sekolahg-sekolah di wilayah Gugus Parung panjang, tidak terkecuali Nida El-adabi yang berlabel Sekolah Unggulan sekalipun.

Rendahnya Pasilitas adalah bukan rahasi lagi, dan mungkin sudah dianggap biasa dan mungkin pula di anggap wajar, di anggap tidak terlalu penting dan pada akhirnya hal seperti itu menjadi sesuatu yang lazim terjadi dan tak pernah di lakukan perubahan untuk memprbaiki keadaan tersebut.
sekali lagi Komputer, bagi seorang guru TIK adalah bagai pedang yang tak tergantikan untuk menebas ke tertinggalan Teknologi, ketertinggalan teknologi Informasi. dan apa jadinya jika pedang itu cuma seadanya?

Guru TIK bukan Jagoan



Berkaca pada keadaan diatas , peran maksimal Guru TIkmenjadi tidak tergali, tidak terberdayakan untuk menciptakan inovasi-inovasi baru dalam memasyarakatkan sebuah Ilmu pengetahuan yang "Pop dan Up to date". sebab Teknologi Informasi bergerak sangat cepat secepat bilangan waktu dalam hitungan detik, satu sistem baru muncul beberapa waktu berselang sudah ada yang menggantikannya.Pentium IV muncul dengan sejuta kelebihan di banding Pentium sebelumnya, cor duo dan centrinoduo menyalip tak beberapa lama kemudian. dari Pc biasa untuk kemudian beralih ke model baru Notebook atau komputer jinjing yang fleksibel.semuanya merupakan gambaran perkembangan teknologi yang bergerak sangat cepat. sementara di tengah cepatnya perkembangan teknologi tersebut Pihak sekolah malah tak melihat itu semua sebagai sebuah "sindiran memalukan" karena tak "Up to date" terhadap keadaan dan perubahan tersebut.

Dan Guru TIK adalah subjek yang bertanggung jawab terhadap keadaan tersebut, mereka punya beban moral tidak hanya terhadap orang tua siswa, tetapi terhadap profesionalitas, dan Allah SWT.seorang guru TIK pasti menginginkan siswa yang jadi tanggung jawab didiknya bisa mencapai target belajar serta indikator pencapaian yang signipikan.bukan sekedar menyampaiakan dan mengenalkan siswa terhadap sebuah teknologi, melainkan si siswa dapat mengerti dan mampu mengoperasikan sebuah aflikasi, itu bebannya.

TIK merupakan mata pelajaran yang mempunyai kompleksitas sangat "visibility" karena merupakan mata pelajaran yang hasilnya dilihat dan dan di rasakan langsung oleh orang tua siswa,dan itu terlihat. TIK bukan mata pelajaran yang sipatnya teoritis yang cuma butuh sumber bacaan dan pengetahuan seorang pengajarnya, melainkan butuh praktik dan pengetahuan yang terkonsep secara akademik, dan berkesinambungan dengan mesti selalu "up to date" dengan perkembangan teknologi itu sendiri. disnilah letak rumitnya tanggung jawab seoarang Guru TIK terhadap profesionalitasnya.bukan pada Yayasan, atau kepala sekoah melainkan kepada Profesionalitasnya tersebut.

Dan seorang Guru TIK bukan apa-apa jika tanpa didukung Perangkat komputer yang memadai, semuanya omong kosong dan hanya bualan belaka jika mata pelajaran TIK dianggap mata pelajaran unggulan tanpa sarana pendukung yang optimal, omong kosong.guru TIK bukan lah jagoan yang bisa dan selalu mampu mensiasati semua kekurangan pasilitas dengan teori dan kreativitas atau siasat - siasat yang tidak populer hanya untuk mengelabu siswa dengan keterbatasan pasilitas tersebut.sekali lagi guru TIK bukan lah jagoan yang dapat mensiasati semua kedaan menjadi mungkin .

Jadilah Sekolah Yang Amanah secara realistis



TIK adalh sebuah kebutuhan dari tuntutan perkembangan jaman, TIK perlu dan di butuhkan, TIK harus dan selayaknya di jadikan mata pelajaran dan di perkenalkan secara dini dan benar terhadap anak-anak Indonmesia, jika Indonesia ingin menjadai bagian dari peradapan dunia yang modern. dan TIk sudah sepantasnya mendapat perhatian dari pihak penyelenggara pendidikan jika ingin pendidikan Indonesia maju, dan berteknologi.

TIK adalh sebuah mata pelajaran yang memerlukan media praktik yang tak tergantikan, dan media tersebut brgerak dinamis, selalu berkembang dan tak pernah berhenti pada posisi statis. karenanya pihak penyelengara pendidkan perlu pula mengikuti perkembangan teknologi tersebut untuk mengimbangi perkembangan teknologi yang cepat tersebut. tapi pihak penyelenggara pendidkan tersebut mesti realistis pada kedaan yang sebenarnya, tidak perlu memaksakan diri untuk berteriak yang terbaik dalam bidang yang satu ini jika kemampuan untuk mengadakan pasilitas yanng layak belum bisa mereka laksanakan. jadilah penyelenggara pendiidkan yang jujur, bukan penjual komoditi dar produk yang sedang trend untuk meraih pasar yang bagus. realistis adalah jawabannya, dan memperbaiki kekurangan dengan tanggap adalah amanah yang logis. semoga!



Ditulis: Oleh Mulyadi Tenjo, Guru TIK SDI Nida El-Adabi
dapat di hubungi lewat e-mail:mulyaditenjo@gmail.com
Blog: http://www.tenjocity.wordpress.com