Tampilkan postingan dengan label sejarah idul fitri. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sejarah idul fitri. Tampilkan semua postingan

17 Agustus 2012

Tentang Idul Fitri

Tentang idul fitri| Tak terasa puasa tinggal beberapa hari ragi, dan hari kemenangan pun akan segera tiba, hari dimana kita kembali ke suci laksana bayi yang baru dilahirkan. Ucapan selamat pun sudah marak kita temukan di status facebook, tweeter, sms, iklan di tiv, mall , spanduk-spanduk besar yang dipasang di pertigaan jalan, dan tempat umum lainnya.

Mengutip tulisannya Dr HM Harry Mulya Zein di harian Republika Online (Jumat, 29 Ramadhan 1433 / 17 Agustus 2012) bahwa idul fitri merupakan momentum penting bagi umat muslim yang beriman setelah satu bulan lamanya mereka berpuasa. Pernyatan khusus bagi orang yang beriman merujuk pada Q.S Al-Baqoroh:183 tentang kewajiban berpuasa hanya untuk orang-orang yang beriman.[1]

Idul fitri secara subtansi adalah kembali ke fitrah (suci) dan secara terminologi mengandung arti kembali kepada naluri kemanusiaan yang murni, kembali kepada keberagamaan yang lurus, dan kembali dari segala kepentingan duniawi yang tidak Islami[2]

Untuk kembali ke fitrah (suci) manusia harus mampu meredam segala bentuk sifat egosentrisme, dan segala bentuk kesombongan lainnya demi menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, lingkungan, alam dan segala sesuatu diluar diri dan pribadinya.

Sejarah 

Sejarah Tentang Idul Fitri; Ramadhan pertama kali dilaksanakan pada tahun ke-2 Hijrah. Dan bukti ini tidak ada sanggahan tertulis dari kitab manapun.

Dan pada bulan Ramadhan tersebut sedang terjadi Perang Badar, yang beberapa hari kemudian tiba hari ‘Id dan orang-orang Islam telah merayakan ‘Id pertama setelah perang selesai selagi luka-luka akibat perang belum pulih sepenuhnya. Tentang Rasulullah SAW sendiri diriwayatkan bahwa keletihan masih membekas pada beliau SAW yang karenanya beliau SAW bersandar pada Hadhrat Bilal RA dan pada saat bersandar itulah beliau menyampaikan khutbah. Inilah ‘Id yang beberapa hari sebelumnya beliau SAW telah mengumumkan Sedekah (Zakat) Fitrah disamping mewajibkannya. Beliau SAW bersabda bahwa Fithrah ‘Id telah diwajibkan atas seluruh sahabat yakni pada waktu itu telah dikumpulkan Fitrah dari orang-orang Islam dan sudah terkumpul sebelum tiba hari ‘Id lalu dibagi-bagikan kepada fakir-miskin pada hari ‘Id atau sesudahnya.

 Hafizh Ibnu Katsir pun mengakui riwayat ini dan menerangkan bahwa pada kesempatan ‘Id pertama, mula pertama Rasulullah SAW pergi meninggalkan masjid menuju suatu tanah lapang dan di sana merayakan ‘Id. Setelah itu semua perayaan ‘Id berjalan (dilakukan) seperti itu yakni semua berkumpul di lapangan terbuka untuk melaksanakan Shalat ‘Id, bukan dalam masjid.[3]

Ayat Al-Qur'an dan Hadist 

Berikut Ayat Al-Qur'an dan hadist tentang idul fitri: Firman Allah s.w.t. yang bermaksud : “Dan sempurnakanlah puasa kamu mengikut bilangan dari dalam bulan Ramadhan (29 hari atau30 hari) dan bertakbirlah (membesarkan Allah s.w.t.) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kamu, semoga kamu bersyukur.” (Surah al-Baqarah:185)[4] Sabda Rasullullah s.a.w. pula yang bermaksud : “Hiasilah Hari Raya kamu dengan takbir dan tahmid .

” عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ: “مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ؟” قَالُوا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْر” (رواه أبو داود والنسائي وأحمد وابن حبّان).

Dari Anas dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Madinah, sedangkan penduduknya memiliki dua hari khusus yang mereka rayakan dengan permainan, maka beliau bersabda: “Apakah maksud dari dua hari ini?” mereka menjawab; “Kami biasa merayakan keduanya dengan permainan semasa masih Jahiliyah.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian yang lebih baik dari kedua hari tersebut, yaitu hari (raya) kurban (Iedul Adha) dan hari raya Iedul fithri.” (HR. Abu Dawud, An-Nasaa-i, Ahmad dan Ibnu Hibban ).[6]

Ucapan yang disyariatkan 

Kalimat "minal aidzin wal faidzin" dengan terjemahan "mohon maaf lahir dan batin" sudah sangat familiar diucapkan ketika hari raya, kalimat tersebut hanya ada di Indonesia. Sedangkan ucapan yang disyariatkan untuk diucapkan ketika hari raya idul fitri adalah  Taqabbalallahu minnaa wa minkum.

Berikut kutipan dari tulisannya Abu Zuhry dalam abuzuhry.com tentang ucapan saat idul fitri: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang ucapan selamat pada hari raya maka beliau menjawab [Majmu Al-Fatawa 24/253] : “Ucapan pada hari raya, di mana sebagian orang mengatakan kepada yang lain jika bertemu setelah shalat Ied :
 
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكم

Taqabbalallahu minnaa wa minkum “Artinya : Semoga Allah menerima dari kami dan dari kalian” Dan (Ahaalallahu ‘alaika), dan sejenisnya, ini telah diriwayatkan dari sekelompok sahabat bahwa mereka mengerjakannya. Dan para imam memberi rukhshah untuk melakukannya seperti Imam Ahmad dan selainnya.

Berkata Al Haafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari [2/446] : “Dalam “Al Mahamiliyat” dengan isnad yang hasan dari Jubair bin Nufair, ia berkata : “Artinya : Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya : Taqabbalallahu minnaa wa minka (Semoga Allah menerima dari (amalan) kami dan darimu)”.

Ibnu Qudamah dalam “Al-Mughni” (2/259) menyebutkan bahwa Muhammad bin Ziyad berkata : “Aku pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan selainnya dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka bila kembali dari shalat Id berkata sebagiannya kepada sebagian yang lain : Taqabbalallahu minnaa wa minka” [5]

Hikmah

Hikmah yang dapat kita petik dari pelajaran tentang idul fitri adalah:
  1. Hikmah Kegembiraan dan Kesyukuran.
    Pada hari raya idul fitri kita semua disunahkan untuk menunjukan rasa kebahagiaan, bersuka cita, dan menampakan muka berseri-seri.
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah menegaskan itu dalam hadits shahihnya.

    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: (إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي) لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ” (متّفق عليه).

    Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya. Satu macam kebaikan diberi pahala sepuluh hingga tujuh ratus kali. Allah ‘azza wajalla berfirman; ‘Selain puasa, karena puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku-lah yang langsung akan memberinya pahala. Sebab, ia telah meninggalkan nafsu syahwat dan nafsu makannya karena-Ku.’ Dan bagi orang yang berpuasa ada dua momen kegembiraan: kebahagiaan ketika ia berbuka (baca: berhari raya fitri), dan kegembiraan lain ketika ia bertemu dengan Rabb-Nya. Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah daripada aroma kesturi.” (HR. Muttafaq ’alaih).

  2. Hikmah Ketauhidan, Keimanan dan Ketaqwaan
    Dalam menyambut iedul fitri kita semua disunahkan untuk senantiasa banyak mengumandangkan takbir, tasbih, tahlil dan tahmid sebagai bentuk penegasan dan pembaharuan deklarasi iman dan tauhid.

    “… dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya (puasa Ramadhan), dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas hidayah-Nya yang diberikan kepadamu, dan supaya kamu (lebih) bersyukur” (QS. Al-Baqarah: 185).

  3. Hikmah Kefitrahan
    Datangnya iedul fitri maka umat muslim semuanya kembali kedalam keadaan fitrah. Kembali kesemula layaknya bayi yang baru dilahirkan, itu bisa diperoleh hanya lewat amalan yang dilakukannya selama ramadhan, karena sebagaimana kita ketahui bahwa ramadhan adalah satu bulan yang sangat istimewa untuk mengoptimalkan amalan-amalan sekaligus momentum untuk peleburan dosa.

    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ” (متّفق علَيْه).

    Dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap pahala (dan ridha Allah), maka niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Muttafaq ‘alaih).

    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ” (متَّفق علَيْه).

    Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa melakukan qiyamullail pada bulan Ramadlan karena iman dan mengharap pahala (dan ridha Allah), maka niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Muttafaq ‘alaih).

    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ” (متَّفق علَيْه).

    Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang melakukan qiyamullail pada (malam) lailatul qadar (mengisi dengan ibadah) karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dari-Nya) maka niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu… “ (HR. Muttafaq ‘alaih).

  4. Hikmah kepedulian
    Semangat berbagi dan spirit memberi melaui sunnah berinfak dan bersedekah serta kewajiban berzakat, begitu indah menghiasi hari-hari penuh peduli sepanjang bulan Ramadhan. Semanat tersebut merupakan pelajaran penting yang seyognya di praktikan dalam kehidupan sehari-hari seperti yang ditauladani oleh baginda Nabi Muhamad shallallahu ‘alaihi wasallam.

    عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ (متَّفق علَيْه).

    Dari Ibnu ‘Abbas berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling dermawan, lebih-lebih pada bulan Ramadlan ketika malaikat Jibril ‘alaihis salam menemuinya, dan adalah Jibril ‘alaihis salam mendatanginya setiap malam di bulan Ramadlan, untuk bertadarus Al Qur’an dengan beliau. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jauh lebih ermawan dengan kebajikan daripada angin yang bertiup (HR. Muttafaq ‘alaih).

  5. Hikmah Kebersamaan dan Persatuan
    Kegiatan berikut kental di bulan ramadhan; mengawali puasa bersama-sama (seharusnya dan sewajibnya), bertarawih bersama (disamping jamaah shalat lima waktu juga lebih banyak selama Ramadhan), bertadarus bersama, berbuka bersama, beri’tikaf bersama, berzakat fitrah bersama, dan beriedul fitri bersama (semestinya!). Hal itu karena memang ibadah dan amaliah Ramadhan serta ‘Iedul Fithri adalah bersifat jama’iyah, kolektif, dan serba bersama-sama. Tidak bisa dan tidak boleh sendiri-sendiri.


    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ” قَالَ أَبُو عِيسَى وَفَسَّرَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ هَذَا الْحَدِيثَ فَقَالَ: إِنَّمَا مَعْنَى هَذَا أَنَّ الصَّوْمَ وَالْفِطْرَ مَعَ الْجَمَاعَةِ وَعُظْمِ النَّاسِ (رواه التّرمذيّ وأبو داود وابن ماجة، وصحّحه أحمد شاكر والألبانيّ).

    Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: ” Berpuasa itu adalah pada hari dimana kalian semua berpuasa (secara bersama-sama), dan beriedul fitri itu adalah pada hari dimana kalian semua beeiedul fitri (secara bersama-sama), demikian juga dengan Iedul Adlha, yaitu pada hari dimana kalian semuanya beriedul adha (secara bersama-sama).” (HR Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah; dishahihkan oleh Ahmad Syakir dan Al-Albani. Imam Abu ‘Isa At-Tirmidzi berkata: sebagian ulama menafsirkan hadits ini bahwa maksudnya, sesungguhnya shaum dan iedul fitri (dan juga iedul adha – pen.) itu (harus) bersama jama’ah dan mayoritas ummat manusia (ummat Islam).[6]


  6. Sumber artikel Tentang idul fitri:

    1. http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/08/17/m8vcyu-idul-fitri-kembali-ke-fitri
    2. http://mimbarjumat.com/archives/148
    3. http://dildaar80.wordpress.com/2009/09/20/sejarah-tata-cara-hikmah-dan-buah-idul-fitri/
    4. http://salafytobat.wordpress.com/2010/08/30/ayat-dan-hadits-hadis-keutamaan-hari-raya-idul-fitri-idul-adha/
    5. http://abuzuhriy.com/menelaah-ucapan-minal-aidin-wal-faidzin/
    6. http://ustadzmudzoffar.wordpress.com/2012/06/28/5-hikmah-idul-fitri/